Semakin kita mendewasa, semakin sedikit yang akan mengambil berat dan menghubungi kita. Mereka seakan-akan lupa akan keberadaan kita di dunia ini. Terkadang perasaan sedih itu hadir dan semakin mendukakan hati. Semua sahabat seperjuangan sudah ada kehidupan masing-masing. Lebih-lebih lagi, apabila kita berusaha keras untuk memperbaiki diri dan cuba mendekatkan hati kepada Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Allah Azza Wa Jalla.
Memperbaiki diri itu sebuah proses untuk bertumbuh. Hasil proses pertumbuhan ini kebanyakannya tidak dapat kita lihat di dunia. Namun, keikhlasan hati ketika berusaha memperbaiki diri akan membawa kekayaan yang abadi di akhirat nanti. Apakah itu kekayaan abadi? Sudah tentu, tidak lain dan tidak bukan, kekayaan yang menyentuh sanubari. Kekayaan jiwa yang tidak ada tolok bandingnya. Kekayaan sebenar yang cukup apa adanya, menghasilkan ketenangan hati.
Ya. Memang sakit pada awalnya. Namun, kita harus sedar bahawa perginya mereka melupakan kita adalah tanda kasih sayang Allah SWT menjauhkan kita daripada perkara perkara keburukan. Mungkin, apabila kita masih bersahabat dengan mereka, kita menjadi semakin lalai dan leka dengan tujuan kita di dunia. Menyebabkan kita lupa kepada Allah SWT. Memberi kesan kepada kita, agar lebih berjaga-jaga dalam tutur kata supaya jauh daripada dosa ghibah.
“Dan janganlah menggunjing antara satu sama lain, adakah seorang daripada kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.” (Surah Al-Hujurat:12)
Ternyata, ada baiknya kita menyendiri. Setidaknya, lidah kita kurang bebannya di akhirat nanti. Menahan diri untuk tidak berkata buruk itu pasti berbuah pahala. Sebenarnya, kehidupan di dunia ini adalah sebagai ladang yang kita akan lihat hasilnya di akhirat nanti.
Menahan diri untuk tidak berbuat dosa,
Menahan diri untuk tidak bercampur dengan kemaksiatan.
Menahan diri untuk tidak melakukan pembaziran.
Itu semua, di sisi Allah, berbuah ganjaran.
Tidak mengapa jika mereka melupakan kita. Kita tidak akan apa-apa dengan pengabaian mereka itu. Terkadang, pengabaian mereka itu merupakan suatu nikmat untuk memudahkan kita untuk memperbaiki hubungan dengan-Nya. Disebalik usaha kita untuk memperbaiki diri, Allah SWT tidak akan meninggalkan dan melupakan kita. Apatah lagi, kita sedang berproses mencari jalan untuk meraih reda-Nya.
“Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku berdasarkan pada prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku akan selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia berdzikir mengingat Ku dalam suatu jama’ah, maka Aku akan sebut-sebut dia dalam jama’ah yang lebih baik dari mereka. Jika ia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Jika ia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Apabila ia mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan jalan cepat.” (HR. Al-Bukhari).
Sebagai penutup bicara, kesedihan ditinggalkan dan dilupakan oleh rakan-rakan itu memang menyakitkan. Mana tidaknya, mereka lah dahulu yang sama-sama dalam perjuangan. Namun, itu bukanlah pengakhiran sebuah kehidupan. Bahkan, boleh jadi itu, merupakan titik permulaan untuk terus bangkit menuju ke depan.
Remember, growing might feel breaking at first.
Penulis: Karang Fulanah