Sang Pahlawan Pemilik Hati Yang Merdeka adalah julukan yang sangat pantas untuk disematkan kepada salah satu tokoh bangsa putra asli Sumatera Utara. Lafran Pane lahir disebuah kampung Pangurabaan, Kecamatan Sipirok iaitu sebuah tempat yang terletak di kaki Gunung Sibualbuali yang berjarak 38 kilometer dari “kota salah” Padang Sidempuan, ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Lafran Pane dilahirkan pada tanggal 5 Februari 1922, dan ada juga berbagai tulisan menyatakan beliau lahir pada 12 April 1923. Beliau merupakan adik kandung tokoh sastrawan ternama di Indonesia iaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane. Beliau ialah salah seorang penubuh organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia yang dikenal dengan nama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 5 Februari 1947 (14 Rabiul Awwal 1366 H) di kampus Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta.
Terdapat dua tujuan penubuhan HMI, yang pertama adalah untuk mempertahankan negara republik Indonesia dan mengangkat derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Tujuan tersebut dibuat agar para mahasiswa bergerak untuk mempertahankan Indonesia agar benar-benar merdeka dan bebas dari penjajahan dan gerakan ini mengkhususkan kepada para mahasiswa Islam yang ingin menampilkan dirinya sebagai muslim sejati.
Selain menceritakan kisah hidup Lafran Pane, penulis menceritakan tentang pemikiran beliau yang berkait dengan masalah kebangsaan, Islam dan pergerakan mahasiswa ketika itu khususnya untuk organisasi yang beliau dirikan bersama rakan-rakannya. Beliau juga diangkat menjadi Guru Besar Ilmu Tata Negara IKIP Yogyakarta dan menjadi salah satu ahli Dewan Pertimbangan Agung ketika zaman pemerintahan Presiden Soeharto.
Buku ini ditulis secara ilmiah yang bermula daripada penulisan skripsi sehingga dijadikan sebuah buku. Penulis juga menceritakan kisah atau pendapat tokoh-tokoh nasional seperti Muhammad Natsir, Muhammad Hatta, H.O.S Cokroaminoto, Soekarno dsb.
Lafran Pane sangat menggalakkan mahasiswa untuk membina intelektual mereka sehingga mereka harus berada di garda terdepan untuk menciptakan sebuah perubahan. Hal ini demikian kerana dengan intelektual, mahasiswa boleh keluar dari pelbagai persoalan yang dihadapinya, bukan sahaja sebatas masalah dalam organisasi malah lebih besar dari itu.
Memiliki watak atau karakter yang sangat keras dan berprinsip menyebabkan Lafran Pane boleh hidup secara sederhana, tawadhu, penyabar dan tidak berlebihan dengan dunia. Sikap Lafran Pane mengajar kita agar hiduplah dari apa yang kita telah usahakan. Selama hidupnya, Lafran Pane tidak memiliki rumah peribadi atau kenderaan mewah tetapi hanya sebuah sepeda yang setia menemani kemana ia berpergian.
Hal ini kerana Lafran Pane sudah merasakannya ketika beliau kecil yang telah di tinggalkan oleh almarhum ibu kandungnya. Hal ini tidak membuat Lafran Pane menjadi seorang yang kecil ataupun hina malah membuat dirinya besar sehingga banyak tokoh bangsa sangat kagum dengan sosok beliau. Beliau juga telah membimbing beberapa kader sehingga mereka menjadi orang yang berjaya. Terdapat banyak kisah menarik daripada buku ini yang berasal daripada orang-orang terdekat Lafran Pane.
Akhirnya, buku ini sangat dianjurkan untuk dibaca oleh kalangan mahasiswa khusus bagi kader-kader yang berkecimpung di HMI agar bisa menerapkan akhlak mulia daripada sosok manusia yang dianugrahi Pahlawan Indonesia. Walaupun buku ini sudah dicetak sejak 10 tahun yang lalu, tetapi masih relevan untuk dibaca pada kondisi saat ini. Bahkan secara keseluruhan buku ini sangat baik isinya, padat dengan referensi bahkan dalam proses penyelesaiannya menggunakan kaedah-kaedah penelitian sehingga buku ini memiliki kualitas yang baik khusus dalam memberkan referensi kemajuan bangsa Indonesia di masa yang akan datang.
Disediakan oleh,
Hidayat Chaniago